Judul : Swing Kids
Pemain : Do Kyung Soo, Park Hye Soo, Jared
Grimmes, Oh Jung Se, Kim Min Ho
Sutradara : Kang Hyeong Cheol
Genre : Drama Musikal
Tanggal Rilis : 19 Desember 2018
Seni adalah sebuah kebebasan tanpa
batas yang tidak akan bisa dihalangi oleh apapun. Hanya dengan seni segala perbedaan
dapat menyatu. Perbedaan bahasa, ras, agama, suku bahkan ideologi .“ Fuck the
ideology “ adalah sebuah penampilan dari sekelompok penari tap dance Swing
Kids. Sebuah propaganda anti perang, melalui film bergenre drama musikal dibalut
komedi yang super kocak dengan nuansa perang yang sangat getir.
Sebagai
pecinta drama dan juga film dari negeri gingseng, tentunya saya sudah tidak
asing lagi mendengar nama Kang Hyeong Cheol. Dia merupakan sutradara yang
sukses menyutradarai film legendaris pada tahunnya yaitu Speech Scandal (2008) dan juga Sunny (2011). Kali ini Kang Hyeong
Cheol kembali menggarap sebuah film bergenre drama musikal bertajuk ‘Swing Kids’.
Diperankan
oleh Do Kyung Soo sebagai peran utama, film ini berlatarkan sekitar tahun 1951
sampai 1953 di pulau terbesar kedua di Korea Selatan yaitu Pulau Geojeo, yang
secara historis merupakan tempat yang penting di Korea Selatan. Pulau ini merupakan kamp untuk tahanan komunis
Korea Utara dan Cina dari Perang Korea, yang di bangun oleh tentara Amerika Serikat
dan tentara Korea Selatan.
Pada
saat itu kamp ini sedang menjadi sorotan media, sehingga kepala penjara
menginstruksikan untuk dibentuknya sebuah tim tap dance agar terlihat ada kegiatan yang menyenangkan di kamp ini.
Tim tap dance ini dilatih oleh Jackson (Jared Grimmes) seorang sersan
berkulit hitam yang sering sekali menjadi korban rasis. Anggotanya terdiri dari
pria Korea Utara Kang Byung Sam (Oh Jung Se) yang membelot dari ideologinya
komunis, dan bergabung dengan tim tap
dance agar menjadi terkenal dan bisa bertemu dengan istrinya, lalu ada Yan
Pan Rae (Park Hye Soo) seorang gadis lokal dari Korea Selatan yang cerdas dan
menguasai empat bahasa namun harus bekerja keras dalam kemiskinan, selanjutnya Xiao
Fang pria gemuk dari Tionghoa yang bergabung kedalam tim tap dance untuk menurunkan berat badannya, terakhir Roh Ki Soo (Do
Kyung Soo) merupakan adik dari pahlawan perang Korea Utara seorang komunis
garis keras pembenci segala hal yang berhubungan dengan kapitalisme, namun pada
akhirnya harus merasa dilema karena dirinya jatuh cinta pada tap dance. Begitu kelimanya berkumpul, tim
tap dance ini dijuluki Swing Kids sesuai judul filmnya.
Swing Kids
membuat karakter setiap pemain dibangun menjadi begitu kuat, ciri khas film
Korea. Setiap pemain memiliki alasan
masing-masing mengapa mereka harus
bergabung menjadi anggota Swing kids.
Dengan durasi film yang lebih dari dua jam, film ini menarik diikuti karena
penggalian masing-masing karakter yang dibangun tanpa membuat efek bosan. Perasaan
gelisah yang dimunculkan dalam diri tokoh utama Roh Ki Soo (Do Kyung Soo), berhasil
menarik penonton untuk merasakan perasaan yang sama. Roh Ki Soo berada dalam
titik dilema antara memilih mengabdi pada ideologi bangsanya atau tetap
melakukan tap dance yang disukainya.
Sebuah pertentangan nyata antara idealisme dan realita.
Selain
jatuh cinta dengan tap dance, Roh Ki
Soo pun dihadapkan dengan dirinya yang merasa nyaman dengan keberadaanya
bersama anggota Swing Kids. Meski
pada awalnya pertikaian antara lima orang yang memiliki latar belakang berbeda
ini sering terjadi, pada akhirnya kelima orang ini menjadi dekat karena
intensitas pertemuan yang sering terjadi melalui latihan tap dance. Disnilah garis tebal itu diperlihatkan, bahwa menjadi
berbeda bukan berarti tidak bisa bersatu. Dan seni menyatukan perbedaan itu.
Menjadikan
tap dance sebagai topik utama dalam
film ini. Tentunya, menempatkan scene tap
dance menjadi sesuatu yang ditunggu. Hentakan sepatu yang diiringi
lagu-lagu latar jazz dari The Beatles, Benny goodman, Jung Su Ra, dan juga
David Bowie ini terlihat cantik dan menarik. Bahkan setelah saya selesai
menonton Swing Kids, rasanya kaki ini masih ingin untuk ikut melakukan tap
dance. Dan suara tap tap tap dari sepatunya seolah menempel di kepala. Intinya
menyaksikan Roh Ki Soo dan kawan-kawan melakukan tap dance selalu berhasil
membuat kagum. Karenanya pantas, jika akting dari Do Kyung Soo yang juga
merupakan member dari boyband EXO ini
mendapatkan banyak pujian.
Swing
Kids juga mampu membuat saya tertawa dengan tingkah menyegarkan para
pemerannya. Bahkan meski bukan dengan dialog, tapi hanya dengan gesture tubuh para pemainnya, dan scene percakapan dengan bahasa yang
berbedapun menjadi sesuatu yang membuat saya tak bisa menahan tawa. Kekocakan
yang dihadirkan oleh para pemain ini berlangsung lama hingga membuat saya
melupakan bahwa film yang sedang saya tonton ini merupakan film drama perang.
Mungkin hal ini juga yang ingin sutradara bangun, membangun efek kejut yang
membuat saya tersadar mengenai suatu hal yang selayaknya terjadi dalam
peperangan. Namun harus menjadi buram karena kelucuan dari tingkah laku
pemainnya. Sejujurnya akhir dari film ini cukup membuat efek traumatis.
Dengan
menonton film ini saya pun bisa melihat sudut pandang baru mengenai apa yang
terjadi dari perang besar Korea itu sendiri. Dengan adanya perbedaan ideologi
tak ada satu pihak pun yang diuntungkan
baik itu pihak Korea Utara, Korea Selatan, ataupun bahkan pihak Amerika
Serikat. Semuanya bersikukuh mempertahankan ideologinya dan menganggap
ideologinya yang paling benar. Padahal mereka masih saudara dan pernah tinggal
di tanah yang sama. Tak ada tokoh antagonis dalam film ini, yang ada hanyalah ideologi
yang antagonis. Karena itulah, ketika Jackson memberi nama pertunjukannya
dengan judul “Fuck The Ideology”, diri saya sendiri tak bisa menahan rasa untuk
tidak tersentuh.
Intinya,
film ini hanyalah film sederhana tentang tap dance yang merupakan sebuah seni.
Namun sang penulis sekaligus sutradara Kang Hyeong Cheol ingin menjelaskan
bahwa dengan seni setiap orang dapat mendobrak batas-batas idealisme. Seni
dapat menghilangkan fanatisme ideologi. Seni juga bukan sesuatu yang sulit
dipahami, seni hanyalah sesuatu yang sederhana, yang indah dengan caranya
sendiri. Dan disanalah letak kejaiban seni dalam film ini.
Oleh : Ai Siti Rahayu