Minggu, 09 Desember 2018

Cerpen: Ketika





Mia menatap wajahnya dari pantulan cermin, senyum manis terpahat di wajah cantiknya. Memakai gaun pengantin selalu ada dalam bayangannya, namun tak pernah ia sangka waktunya akan datang secepat ini.
  Dua orang wanita cantik, masuk kedalam ruangan tempat Mia berada, mengusap pundak Mia dan mendekap tubuh Mia erat.
"Aku gak nyangka, kalau akhirnya si jomblo abadi kita ini pada akhirnya nikah duluan!" Ujar gadis bergaun merah bernama Gisel sembari berteriak histeris.
"Tiap hari kamu kerjaannya cuman mandangin video sama foto boyband koriah, dan gak pernah tertarik sama cowok. Eh taunya sekarang ngeduluin aku nikahnya, padahal kan aku yang gonta ganti pacar! Ah Mia kamu mah gak adil..." Mendengar celotehan Prisca, Mia tersenyum lalu memeluk Prisca menenangkan hati sahabatnya itu yang selalu ingin menjadi orang yang pertama menikah diantar Mia, Gisel, dan Prisca. Tapi takdir tak ada yang pernah tahu, takdir berkata lain. 
Enam bulan yang lalu.....
Mia tampak gusar menunggu kedatangan bis yang sedari tadi tak kunjung datang. Suara gemerisik hujan menyamarkan pendengaran Mia akan sumber suara yang lain. Di sebelahnya duduk seorang lelaki, dia terlihat bingung melihat tingkah Mia yang gelisah itu. Di perhatikannya Mia dengan seksama, karena setiap tingkah Mia terasa menarik di mata lelaki itu. 
Tak berselang lama bis yang ditunggu datang. Tanpa pikir panjang Mia langsung berlari dan menaiki bis itu. Tanpa sadar tas kecilnya tertinggal, dan berakhir ditangan lelaki yang sedari tadi memperhatikannya.
.
.
.
.
Tiga hari berlalu bayangan Mia seolah terus mengusik pikiran Dias, lelaki yang membawa pulang tas kecil Mia. Menurutnya, kening berkerut dan bibir membiru sekaligus tingkah gelisah gadis itu terlihat manis dimatanya bahkan pada saat inipun Dias terus tersenyum tidak jelas dibuatnya. Ketika kesadarannya kembali, dilihatnya kembali tas kecil Mia yang tersimpan di atas meja kerjanya. Pada awalnya Dias enggan membuka tas kecil itu, tapi karena penasaran pada akhirnya Dias pun membuka tas kecil itu. Begitu Dias membuka dompetnya alangkah terkejutnya Dias melihat nama yang tertera di KTP Mia, dan tanpa pikir panjang lagi Dia berlari menuju alamat Mia. Senyumnya mengembang dan dada membuncah tak karuan di buatnya. Bahkan gadis yang selama ini ia tunggu menarik perhatiannya sejak awal.
.
.
.
.
.
Mia dengan segera membuka pintu rumahnya mendengar bel rumah yang berbunyi. Dilihatnya tamu itu seorang lelaki yang belum pernah ia temui sebelumnya. Dengan tersenyum Mia bertanya " Siapa?"
"Namaku Dias" Ujar lelaki itu dengan napas terengah, "Mia Adelia Putri?" Tanya Dias kembali.
"Ya"
"SMA Nusa Bakti?"
"Ya"
"Apa kamu punya pacar"
"Maksudnya?
"Apa kamu punya pacar?"
"Eng-enggak"
"Kalau begitu aku harap kamu mau jadi calon istriku"
Mengingat kenangan pertemuan pertama kalinya dengan Dias, suaminya yang baru sah beberapa menit lalu membuat Mia tersipu malu. Bagaimana tidak, sebuah lamaran tak terduga datang kepadanya tanpa aba-aba. Nyatanya jodoh miliknya begitu unik. Suaminya bukanlah sesuatu yang bisa ia terka. Dias kini mencium kening Mia lembut lalu memeluk tubuhnya hangat.
Selama masa SMA, kuliah, dan kerja, Mia selalu menanti hadirnya sosok kekasih dan jodoh. Mia cenderung gadis yang pasif bila disandingkan dengan lelaki, dan dia selalu terjebak friendzone bilamana dekat dengan lelaki. Mia bahkan merasa miris dengan dirinya yang selalu sendiri ketika teman yang lain selalu bersama kekasihnya sedangkan dia tidak. Tapi akhirnya jodoh itu datang tanpa di duga, membuat Mia merasa bahwa hari pernikahnnya ini hanya mimpi.
Ketika Dias menggenggam tangan Mia, hati Mia merasakan debarannya, memang Mia menikah tanpa cinta namun Mia yakin tak butuh waktu lama untuk mencintai Dias. Karena nyatanya mendapat sentuhan kecil seperti ini pun sudah menumbuhkan bibit cinta dengan mudahnya. Dan Mia akan selalu menantikan itu, kejutan dan sesuatu tak terduga yang akan membuatnya mencintai Dias, suaminya.
"Apa kamu mulai mencintaiku?"bisik Dias tepat ditelinga Mia
"Tahu darimana?"
"Jantungmu berdetak kencang ya?"
"Memangnya kedengeran ya?"
"Jodohmu juga rasakan yang sama Mia"
.
.
.
.
.
10 Tahun yang lalu
"Halo?" Ujar Dias dengan ponsel ia tempelkan di telinganya.
"Maaf, apa ini keluarganya nenek berbaju biru? Maaf tadi aku periksa saku baju nenek, dan nemuin nomer telepon ini.  Maaf banget, aku gak bisa anterin nenek pulang, aku baru dapat kabar kalau ibuku masuk rumah sakit. Seharian ini aku yang nemenin nenek main. Nenek aku tinggal di taman belakang SMA Nusa Bakti, apa kamu bisa datang cepet?"
"10 menit aku bisa sampai kesana" jawab Dias antusias.
"Aku tinggal nenek di taman kamu dateng cepet ya, aku buru-buru banget, maaf"
Panggilan ditutup, dan sesegera mungkin Dias menuju taman. Setibanya disana nenek sedang tersenyum duduk di salah satu bangku ayunan sembari memakan es krim coklat ditangannya. Begitu leganya Dias melihat nenek dalam keadaan sehat, seharian ini memang Dias mencari neneknya. Dias khawatir karena neneknya sekarang sudah mulai pikun dan sering kali lupa akan jalan menuju pulang.
"Nenek gak apa apa?" Tanya Dias, nenek lantas tersenyum mengusap kepala Dias "iya gak apa apa, tadi nenek lupa jalan pulang terus hampir ketabrak mobil"
"Terus nenek luka gak?"
"Nggak untung aja, gadis tadi.. nolongin nenek dan kasih es krim. Tapi gadis itu nangis tadi" Saat itu juga Dias memeluk neneknya, dan merasa lega karena neneknya sehat tanpa terluka sedikitpun. Ketika Dias dan nenek akan meninggalkan taman, dilihatnya sebuah tas kecil tertinggal di atas ayunan sebelah ayunan tempat nenek duduk. Dibukanya tas kecil itu, Dias membuka dompet di dalamnya dan mengambil Kartu Pelajarnya
"Mia Adelia Putri, SMA Nusa Bakti, dia satu sekolah dan seangkatan denganku..."
Besoknya, Dias mencari keberadaan Mia disekolahnya berniat mengucapkan terimakasih pada Mia karena nomer telepon yang kemarin meneleponnya tidak bisa di hubungi lagi. Tapi hasilnya nihil, Dias tak pernah bisa bertemu Mia, karena Mia sudah pindah sekolah. Tak sampai disitu Dias juga mencari ke alamat rumah Mia tapi ternyata Mia juga telah pindah rumah. Sejak saat itu hingga akhirnya 10 tahun berlalu mereka tak pernah bertemu lagi hingga akhirnya Mia kembali meninggalkan tas kecilnya.
Mungkin Mia dan Dias berpikir, hari pada saat hujan dan Mia menunggulah hari pertama mereka bertemu. Tapi bukan..
Karena jauh sebelum hari itupun.
Mereka di sekolah yang sama...
Dan dua tahun lebih berada di gedung yang sama...
Seringkali mereka bertemu, di perpustakaan, di kantin, di lapangan, di ruang guru...
Bahkan mereka seringkali menaiki bis yang sama.
Namun ketika waktunya belum tiba, maka...
Mereka tak pernah sadar bahwa mereka itu dekat.
~End
Bandung, 25 Maret 2018 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengalaman Magang di CNN Indonesia Jawa Barat

       Halo, aku Ai Siti Rahayu mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam yang mendapatkan kesempatan magang selama 2 bulan di CNN In...